Dugaan Kasus Korupsi Perusda BKS, Kejati Kaltim Tahan Kuasa Direktur PT ALG
Samarinda – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) menetapkan satu tersangka dan melakukan penahanan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan di Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim (BKS).
“Tersangka yang ditahan ini berinisial NJ, yang menjabat sebagai Kuasa Direktur PT. ALG,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto di Samarinda, Selasa.
Tersangka tersebut diduga terlibat dalam pengelolaan keuangan Perusda BKS pada periode 2017 – 2020, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai sebesar Rp21.202.001.888.
Menurut dia, penetapan NJ sebagai tersangka dilakukan setelah tim penyidik berhasil mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Alat bukti ini menunjukkan keterkaitan NJ dalam perkara korupsi tersebut, sehingga tim penyidik melakukan penahanan terhadap NJ di Rumah Tahanan (Rutan) selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 4 Februari 2025.
Toni menjelaskan penahanan NJ dilakukan dengan beberapa pertimbangan, dan pasal yang disangkakan terhadap tersangka NJ diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.
Sebelumnya, tim penyidik Kejati Kaltim juga telah menetapkan tersangka lain dalam kasus yang sama, yaitu IGS, yang merupakan mantan Direktur PT BKS pada 22 Januari 2025, berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor: TAP-01/O.4.5/Fd.1/2025.
Kasus ini bermula dari temuan adanya kerja sama jual beli batu bara yang dilakukan oleh Perusda Pertambangan BKS dengan lima perusahaan swasta periode tahun 2017 – 2019. Total dana yang terlibat dalam kerja sama ini mencapai Rp25.884.551.338.
Namun, dalam pelaksanaannya, kata dia, kerja sama jual beli ini tidak melalui tahapan atau mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa tahapan penting yang diabaikan, antara lain tidak adanya persetujuan dari Badan Pengawas dan Gubernur Kaltim selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM), tidak adanya dokumen usulan, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, dan manajemen risiko pihak ketiga.
Menurut dia, kerugian negara sebesar Rp21.202.001.888 ini merupakan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur.
Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.