KUTIM – Tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), perlu menjadi perhatian serius semua pihak.
Dari data yang diperoleh pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim, sejak Januari hingga Juni 2022, tercatat ada 16 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan sebanyak 13 merupakan kasus pencabulan anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim, Aisyah mengaku cukup prihatin dengan kondisi kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak yang ada di Kutim. Namun setelah melakukan pendalaman dan riset secara pribadi, diketahui bahwa kasus kekerasan atau pencabulan terhadap anak di Kutim, hingga saat ini masih didominasi oleh orang terdekat korban sebagai pelakunya.
“Memang dari kasus yang kami tangani saat ini, khususnya pencabulan terhadap anak, pelakunya masih orang atau kerabat terdekat korban. Bisa ayah kandung, ayah tiri, paman hingga tetangga korban. Tentu kondisi ini sangat memprihatikan,” ujar Aisyah.
Tidak hanya itu, Aisyah juga mengungkapkan jika kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kutim juga didominasi dari keluarga yang kurang mampu atau ekonomi menengah kebawah.
“Kebanyakan terjadi (kekerasan seksual terhadap anak, red) dari keluarga yang kurang mampu atau ekonomi menengah kebawah. Ada yang ayah kandung atau ayah tiri yang menjadi pelaku, kerjanya cuma serabutan, tidak punya pekerjaan tetap. Ada pula yang ibunya (korban, red) tidak ada atau sudah bercerai dari ayahnya, atau ibunya ada tapi sedang keluar rumah. Kemudian anak menjadi pelampiasan syahwat pelaku,” jelasnya.
Lebih jauh, dirinya menghimbau kepada masyarakat untuk memperkuat pengetahuan keluarga mengenai pola asuh yang benar, serta dibarengi dengan pentingnya pengetahuan agama.
“Semua muaranya dari pola asuh ya. Mungkin dulu si pelaku mendapatkan pola asuh yang keliru, sehingga tega melakukan hal (kekerasan seksual, red) demikian. Begitu juga jika tidak bijak menggunakan kemajuan teknologi (smartphone, red). Orang bisa nonton hal-hal yang negatif di dalamnya. Namun yang tidak kalah penting, adalah memperkuat pengetahuan agama di dalam sebuah keluarga,” tegasnya.(Adv)