Wali Kota Neni bersama lurah, Bhabinkamtimbas dan Babinsa saat melakukan penanaman.

SELISIK.ID, Bontang - Kelurahan Loktuan bersama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta menanam 75 bibit pohon jenis gaharu dan kapur, Rabu (14/8/2019).

Penanaman tersebut turut diikuti Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa kelurahan. 

Lurah Loktuan M Takwin menjelaskan sebanyak 75 bibit pohon ditanam di areal yang dianggap rawan longsor. Di antaranya, WTP Loktuan dan sekitar rusunawa.

"Kegiatan ini adalah proker (program kerja) dari mahasiswa KKN UGM, dalam rangka perwujudan misi wali kota, yakni green city," jelasnya.

Diakui Takwin, selama ini sudah banyak kegiatan yang dilakukan mahasiswa KKN. Di antaranya, mengajak masyarakat peduli terhadap lingkungan, seperti pemasangan plang untuk tidak membuang sampah ke laut. Selain itu menumbuhkan perekonomian masyarakat melalui objek wisata di daerahnya.

"Sebelum memulai KKN, kami mengarahkan agar proker disesuaikan dengan misi pemerintah kota dan juga terkait  ekowisata di Selambai," urai Takwin.

Sementara itu, Neni mengapresiasi program kerja para mahasiswa selama di Bontang. Salah satunya melakukan pelestarian lingkungan yang tentunya bisa menjadi kenangan baik selama mereka KKN.

"Lewat bimbingan lurah, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa di Bontang, mahasiswa banyak melaksanakan kegiatan yang positif, dengan harapan mereka nantinya menjadi sarjana andal dan siap bekerja di mana saja," harap Neni. (adv/ver)

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Diskusi SIEJ Soroti Dampak Pembangunan IKN Terhadap Lingkungan dan Masyarakat Lokal

Share your love

Selisik.id – Diskusi yang digelar oleh Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dengan berbagai organisasi lingkungan dan perwakilan masyarakat adat menyampaikan keprihatinan mereka terhadap dampak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, khususnya di kawasan Teluk Balikpapan.

Husein dari Forum Peduli Teluk Balikpapan menyoroti bahwa proyek pembangunan IKN telah menyebabkan pengurangan 1.800 hektare hutan mangrove di Teluk Balikpapan.
“Kawasan IKN sangat erat kaitannya dengan Teluk Balikpapan, tetapi tidak ada jaminan perlindungan untuk wilayah tersebut,” ujar Husein, dalam diskusi yang digelar pada Rabu, 30 Oktober 2024, di Hotel Four Points, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Mapaselle, Direktur Pokja Pesisir, juga menyatakan kekhawatiran nelayan lokal akan bernasib sama dengan nelayan Teluk Jakarta yang terpuruk akibat pembangunan. Ia memperingatkan agar Teluk Balikpapan tidak berubah menjadi tempat pembuangan limbah dari proyek IKN.

Sependapat dengan Mappaselle, Arman dari Pemuda Suku Balik mengkritik kurangnya keterlibatan masyarakat adat dalam pembangunan IKN, terutama terkait penghancuran situs-situs ritual yang sakral bagi mereka. “Masyarakat adat bukan titipan negara, tetapi titipan Tuhan. Mengapa hak lahan kami hanya sementara?” ujarnya.
Diskusi semakin hidup karena peserta diskusi dari terus mengizinkan agar diberi kesempatan bicara dan menyampaikan keberatan mereka soal pembangunan IKN.

BACA JUGA:  Pemerintah Buka 40.021 Formasi CPNS di IKN, 5 Persen untuk Orang Kalimantan

Seny dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menambahkan bahwa dampak IKN dirasakan hingga ke luar kawasan, bahkan sampai ke daerah seperti Palu dan Donggala. “Green Forest City hanya menjadi janji untuk menarik investasi. Dulu masyarakat mendapatkan air gratis, sekarang harus bayar,” katanya, menyiratkan kekecewaan terhadap pengelolaan lingkungan dalam proyek ini.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kaltim, Fathur Roziqin, juga mengkritik adanya pengalihan tanggung jawab antara OIKN dan pejabat daerah. Ia menyoroti ironi kondisi Teluk Balikpapan yang dianggap berpotensi hilang sebagai salah satu pusat biodiversitas. “Jangan mengajak kami bersabar hingga 2045. Kondisi Teluk Balikpapan saat ini sangat ironis, keanekaragaman hayatinya semakin terancam,” katanya.

Sementara Ketua PBH Peradi Balikpapan Ardiansyah menilai bahwa pembangunan IKN hanya menjadi proyek mercusuar tanpa memperhatikan dampak di luar kawasan inti pembangunan. Ia menyoroti krisis air yang dialami warga Balikpapan sebagai dampak dari bendungan yang mengalihkan aliran air ke IKN, hingga menyebabkan ratusan warga kekeringan. “Tidak ada air yang mengalir ke daerah aliran sungai sekitar IKN, dan warga yang dianggap mengganggu proyek ini bahkan dikriminalisasi,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Bertolak ke IKN, Jokowi Bakal Groundbreaking Sejumlah Infrastruktur

Koordinator Pokja 30 Kaltim Buyung Marajo mempertanyakan kelanjutan IKN hingga 2045 dan dampak pembangunan ini terhadap masyarakat adat serta kawasan pertanian yang terancam hilang. Ia menambahkan bahwa janji pemerintah untuk menutup kesenjangan ekonomi malah menciptakan kecemasan baru. “Yang ditawarkan biasanya hanya ganti rugi, relokasi, atau kerja sama. Ini kecemasan dan kegemasan kita hingga 2045,” ungkapnya, mengacu pada ancaman pengurasan sumber daya alam di Kalimantan Timur.

Keresahan para pegiat lingkungan dan masyarakat adat ini mendapat tanggapan dari panelis yang punya kapabilitas dan kapasitas untuk berbicara soal IKN.

Menanggapi berbagai kekhawatiran ini, Sugiyono dari Otorita IKN (OIKN) Balikpapan, menjelaskan bahwa kerusakan mangrove dan pembukaan lahan di beberapa titik di Teluk Balikpapan berada di luar deliniasi IKN sehingga bukan menjadi kewenangan OIKN.

BACA JUGA:  PNS Milenial Jadi Penghuni Awal IKN

Namun, ia mengakui adanya pembukaan lahan besar-besaran di wilayah IKN dan menyebut adanya usulan pembentukan Badan Pengelola Teluk Balikpapan sebagai solusi.

Menteri PPN/Kepala Bappenas 2014-2015 Andrinof Chaniago, mengimbau peserta untuk menyampaikan masukan dengan data valid, seperti peta dan citra satelit, guna membuktikan klaim mereka.

“Para pimpinan di IKN sangat mudah diakses dan terbuka. Beberapa skenario untuk solusi sudah dipikirkan,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya pendekatan kompromi dalam mencari solusi serta menyarankan peningkatan pendidikan vokasi bagi masyarakat lokal agar bisa beradaptasi dengan perubahan.

Sedangkan Ahmad Heri Firdaus dari INDEF mengingatkan bahwa jika dampak lingkungan diabaikan, Indonesia akan menghadapi biaya yang jauh lebih besar di masa mendatang. Ia juga menyoroti pentingnya standar internasional dalam pembangunan berkelanjutan, terutama untuk barang ekspor yang harus diproduksi dengan energi bersih.

Diskusi ini mencerminkan harapan besar dari berbagai pihak agar pembangunan IKN tidak hanya berfokus pada kemajuan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Share your love

Stay informed and not overwhelmed, subscribe now!