Kasus KDRT di Kaltim Tinggi, Bontang Duduki Peringkat Kedua
Samarinda – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di berbagai daerah di Kalimantan Timur masih tinggi. Data yang tercatat Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, terdapat 441 kasus sampai dengan 1 Juli 2022.
Namun angka itu meningkat sebanyak 138 kasus hanya dalam jangka waktu dua bulan, yakni Juli-Agustus. Sehingga jumlah keseluruhan saat ini yang terdata sebanyak 579 kasus.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Noryani Sorayalita menyebut, kasus kekerasan perempuan dan anak paling tinggi terdapat di tiga kota. Yakni Samarinda, Bontang dan Balikpapan.
Tertinggi pertama di Samarinda dengan 293 kasus, kedua Bontang 70 kasus dan ketiga Balikpapan 51 kasus. Sisanya, terjadi di kabupaten/kota lain di Kaltim.
“Kalau dilihat sekitar 3 atau 4 kasus kasus kekerasan yang terjadi dalam sehari,” kata Soraya dikutip dari laman Diskominfo Kaltim, Senin (10/10/2022).
“Tindakan ini tidak mengacu pada kekerasan fisik saja, melainkan dapat berupa kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan penelantaran rumah tangga,” imbuh dia.
Jika dilihat berdasarkan jenisnya, bentuk kekerasan sendiri terbesar saat ini adalah kekerasan fisik 285 kasus, seksual 228 kasus dan psikis 124 kasus.
Data juga menunjukkan adanya kemungkinan korban mengalami 2 kekerasan yaitu fisik dan psikis.
Dilihat tempat kejadian tertinggi terjadi pada rumah tangga sekitar 308 kasus, kemudian fasilitas umum dan ketiga adalah sekolah.
Sementara, hingga 1 September total kekerasan sebanyak 579 kasus dengan total korban 612 kasus. Kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 313 orang sedangkan dewasa 308 orang, ini hampir seimbang antara anak dan dewasa. Jika dilihat presentase dewasa 49,6 persen sedangkan anak-anak 50,4 persen.
Lebih lanjut, Soraya mengatakan, KDRT bisa dialami siapa saja dan tidak melihat status sosial seseorang. Karena itu ia meminta para perempuan atau anggota keluarga memahami atau mengetahui bentuk-bentuk kekerasan. Sehingga, jika mengalami kekekerasan bisa melaporkannya ke pihak yang berwenang.
“Bentuk kekerasan pada korban dapat dilihat dari korban merasa cemas, takut dan menutup diri terhadap orang lain,” tambahnya.
Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya dalam penanganan pencegahan KDRT melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim Ruhui Rahayu dan melakukan sosialisai pencegahan kekerasan kepada masyarakat.
Soraya mengimbau semua pihak harus fokus pada peningkatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk merumuskan kebijakan serta meningkatkan kualitas layanan bagi korban. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan perlindungan yang lebih efektif dan tepat sasaran.