Garuda-Lion Air Gagal Mendarat di Pontianak, Beralih ke Palembang-Batam

Pontianak – Pesawat milik maskapai Garuda dan Lion Air tak dapat mendarat di Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Dua pesawat itu kemudian mendarat di Palembang (Sumatera Selatan) dan Batam (Kepulauan Riau).
Dilansir Antara, Kamis (14/1/2021), pesawat Garuda itu bernomor penerbangan GA504 dan Lion Air bernomor penerbangan JT684. Dua pesawat itu gagal mendarat di Bandara Internasional Supadio, Pontianak, pada Rabu (13/1) sore gara-gara cuaca buruk.

“Memang benar hari ini ada dua maskapai yang dialihkan pendaratan (divert) disebabkan cuaca buruk,” kata General Manager PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Internasional Supadio, Pontianak, Eri Brawliantoro di Sungai Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (13/1) kemarin.

Pendaratan suatu pesawat bukan di tempat tujuan semula disebut sebagai divert. Istilah lain adalah return to base (RTB) atau keadaan pesawat balik lagi ke bandara awal atau bandara alternatif dikarenakan sebab-sebab tertentu.

“Divert (bukan di tujuan semula) dan RTB (return to base) atau pesawat yang sudah terbang untuk beberapa saat tetapi kembali lagi ke bandar udara awal atau bandar udara alternatif terdekat karena alasan tertentu, itu hal lumrah dalam dunia penerbangan, karena mengutamakan faktor keselamatan penerbangan,” kata Eri.
Akhirnya Garuda mendarat di Palembang, Sumatera Selatan, dan Lion Air mendarat di Batam, Kepulauan Riau. Sedangkan satu pesawat lainnya milik maskapai Sriwijaya Air sempat mengalami kendala saat hendak mendarat di Bandara Supadio, Pontianak. Namun pesawat Sriwijaya itu berhasil mendarat di Bandara Supadio.

“Saat cuaca kurang baik tadi, pesawat Sriwijaya Air sempat landing. Itu karena cuacanya sempat terang sedikit dan jarak pandang sempat memenuhi standar. Sementara itu, pesawat Batik Air sempat holding. Kalau sudah begitu, ada keputusan apakah akan landing atau divert,” jelas Eri.

Divert atau return to base (RTB) ini disebabkan faktor cuaca. Secara umum, faktor cuaca yang sering melatarbelakangi keputusan seperti ini adalah angin atau jarak pandang (visibility) di bawah standar sehingga bisa mengganggu keselamatan penerbangan.

“Makanya setiap pengoperasian penerbangan pesawat perlu mengetahui cuaca yang mengacu pada BMKG. Data ini akan diteruskan kepada ATC maupun pilot salah satunya saat akan landing untuk mengambil keputusan apakah landing atau divert,” kata dia.

You might also like